Sumedang, – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Tolengas, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang kembali menuai sorotan. Seorang kepala dusun (Kadus) bernama Ucup diduga menyalahgunakan sertipikat tanah milik warga untuk kepentingan pribadi. Sertipikat atas nama Suteni diduga digunakan sebagai agunan pinjaman di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tanpa seizin pemiliknya.
Pengakuan warga bernama Nining kepada wartawan Warta Tni polri memperkuat dugaan tersebut. Ia mengaku menerima sertipikat milik Suteni langsung dari Kadus Ucup, dan diminta untuk mengajukan pinjaman ke BPR menggunakan sertipikat itu. Pinjaman sebesar Rp10 juta pun cair, dan uangnya digunakan untuk melunasi utang pribadi Kadus Ucup ke lembaga pembiayaan PNM. Hingga kini, sertipikat tersebut masih berada di BPR sebagai jaminan.
“Saya hanya mengikuti arahan Pak Ucup. Sertipikat itu saya bawa ke BPR atas izin beliau, dan prosesnya lancar karena semua terlihat resmi,” ujar Nining.
Keterangan makin menguat setelah Nining menyatakan bahwa saat petugas BPR melakukan survei lapangan, Kadus Ucup yang mendampingi justru menunjukkan tanah miliknya sendiri, bukan tanah milik Suteni sebagaimana tercantum dalam sertipikat.
“Waktu itu saya telepon Pak Ucup karena petugas bank minta survei lokasi. Tapi tanah yang ditunjuk malah tanah Pak Ucup sendiri. Saya jadi bingung, ini kok nggak sesuai sertipikat,” jelasnya.
Untuk memastikan keberadaan dokumen tersebut, tim Kandaga menyambangi Kantor BPR Tutur Ganda di Jl. KH Abdul Halim No. 35 H. Saat hendak menemui kepala cabang untuk konfirmasi, petugas pelayanan menyampaikan bahwa yang bersangkutan sedang tidak berada di tempat. Namun saat ditanya terkait sertipikat atas nama Suteni, petugas membenarkan bahwa dokumen tersebut memang ada dan menjadi jaminan dari pengajuan pinjaman atas nama Nining bukan atas nama Suteni.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius di kalangan warga: mengapa sertipikat milik Suteni bisa dijadikan agunan oleh orang lain, dengan lokasi survei yang tidak sesuai, serta proses pengajuan yang dilakukan oleh pihak ketiga?
Saat dikonfirmasi pada Jumat, 13 Juni 2025, Kadus Ucup awalnya membantah mengetahui peristiwa tersebut dan berjanji akan mengecek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun setelah ditunjukkan fakta-fakta oleh warga, ia mengakui pernah memegang sertipikat tersebut dan menitipkannya kepada Nining.
“Iya Kang, ini salah saya. Nanti saya urus sama Nining. Saya akan ambil lagi sertipikat itu dari BPR dan serahkan ke Bu Suteni secepatnya,” ujar Ucup.
Pernyataan ini semakin menguatkan bahwa Kadus Ucup mengetahui dan terlibat dalam penggunaan sertipikat sebagai agunan — tanpa izin dari pemilik sahnya.
Seorang warga Desa Tolengas, Ujang, meminta agar pihak desa, BPN, dan aparat penegak hukum segera menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan ini secara serius.
“Kalau sertipikat orang bisa digunakan orang lain tanpa izin, terus buat apa program ini? Kami minta ini diselidiki secara hukum,” ujarnya.
Kepala Desa Tolengas, Nenih, saat dikonfirmasi pada Sabtu, 14 Juni 2025, mengaku tidak mengetahui adanya permasalahan tersebut.
Sementara itu, Ibu Suteni yang merupakan pemilik asli sertipikat menyatakan bahwa sejak pembuatan melalui program PTSL sekitar empat tahun lalu, ia belum pernah menerima dokumen sertipikatnya hingga hari ini.
Kasus ini menunjukkan lemahnya kontrol dalam pelaksanaan program PTSL, serta minimnya verifikasi dari lembaga keuangan yang menerima agunan. Ketika aparatur desa yang dipercaya justru menyalahgunakan kewenangan, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan. Diharapkan pemerintah daerah, BPN, dan BPR mengevaluasi sistem dan memperketat pengawasan guna mencegah kasus serupa terulang.
M.Salman