Sumedang – Rabu, 13 Agustus 2025 – Ketegangan antara PT Subur Setiadi dan Pemerintah Desa Cimarias, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, kembali memanas. Perusahaan melaporkan dugaan perusakan 771 batang tanaman indigofera di lahan garapan mereka ke Polres Sumedang, sementara pihak desa menegaskan bahwa kontrak kerja sama lahan telah berakhir dan warga hanya memanfaatkan tanah yang tidak digunakan.
Perwakilan PT Subur Setiadi, Anton, menjelaskan kepada Warta TNI-Polri bahwa dugaan perusakan terjadi pada Minggu, 3 Agustus 2025, sekitar pukul 16.00 WIB di Blok F3, wilayah “Korwil 2” Dusun Cisalak. Kerusakan baru diketahui keesokan harinya oleh pengawas lapangan dan kemudian diperiksa langsung pada Selasa pagi.
“Batang-batang indigofera yang kami tanam sejak 2021 dipotong menggunakan gergaji dan golok. Total ada 771 batang yang rusak, diameter sekitar 10 cm, dan dipotong rapi. Artinya pelaku membawa alat dari rumah,” ungkap Anton.
Menurutnya, kerugian akibat perusakan tersebut ditaksir mencapai Rp150 juta, bahkan mendekati Rp200 juta jika dihitung biaya bibit, pengolahan tanah, pengawasan, dan potensi panen selama lebih dari empat tahun. “Ini bukan lagi persoalan perdata, melainkan pidana. Kerugian materinya jelas dan cara perusakannya terencana,” tegasnya.
Anton menyebut pihaknya tidak dapat langsung menuduh individu atau kelompok tertentu karena tidak ada pelaku yang tertangkap basah. “Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian,” ujarnya. Laporan resmi telah dimasukkan ke Polres Sumedang pada Selasa, 5 Agustus 2025. Ia juga menambahkan, perusahaan saat ini tengah mengurus perpanjangan hak atas tanah tersebut melalui instansi terkait, meskipun masa izin sebelumnya telah berakhir.
Sementara itu, Kepala Desa Cimarias, Mamat Rohmat Ketika di konfirmasi di ruangan kantor nya, menegaskan bahwa kontrak pemanfaatan lahan PT Subur Setiadi berakhir pada 31 Desember 2023 dan tidak pernah diperpanjang. Ia juga menyebut Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah resmi menolak permohonan perpanjangan sejak 7 Januari 2025.
“Kontraknya jelas sudah habis. Tidak ada perpanjangan. Masyarakat hanya memanfaatkan lahan yang tidak dipakai supaya tidak menjadi sarang babi hutan. Itu bukan penjarahan,” ujar Mamat.
Mamat mengaku tidak percaya jika warganya yang melakukan perusakan, dan menduga adanya pihak ketiga yang sengaja memancing keributan. “Masyarakat saya itu baik-baik. Kalau saya bilang merah, merah. Kalau putih, putih. Kalau hitam, hitam. Saya sudah melarang mereka berbuat macam-macam yang melanggar hukum,” katanya.
Ia juga menilai keberadaan perusahaan selama 13 tahun di wilayah Cimarias lebih banyak menimbulkan kerugian lingkungan dan sosial. “Sejak mereka ada, banjir, longsor, kebakaran tahunan, jalan rusak, talud ambles. Jangankan membangun, memperbaiki saja tidak pernah,” tegasnya.
Pemerintah desa berharap lahan yang telah habis masa kontraknya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan warga secara legal dan bermanfaat. “Kalau lahan digunakan, kita tidak akan mengganggu. Tapi kalau tidak dimanfaatkan, wajar masyarakat memanfaatkannya,” pungkas Mamat
* Tim Redaksi.