Sumedang, kamis 11 Desember 2025 — Kegiatan Forum Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kabupaten Sumedang menjadi buah bibir setelah muncul dugaan ketidakjelasan pengelolaan dana dalam pelaksanaan agenda resmi organisasi tersebut. Meski forum ini disebut menerima hibah Pemerintah Daerah sebesar Rp100 juta, setiap desa tetap diwajibkan membayar iuran Rp250 ribu untuk mengikuti kegiatan.
Sejumlah peserta dari berbagai kecamatan mengonfirmasi langsung bahwa pungutan tersebut memang diberlakukan. Bahkan di beberapa desa, iuran diambil dari anggaran pemerintah desa, sehingga memunculkan tanda tanya mengenai urgensi pungutan tambahan tersebut.
Bendahara kegiatan, Asih Melawati, membenarkan bahwa pendanaan forum berasal dari dua pintu: hibah dan iuran desa.
“Dari hibah daerah kita menganggarkan 100 juta rupiah, ditambah iuran per desa 250 ribu rupiah, serta ada bantuan lainnya,” ujarnya.
Pernyataan ini justru memicu sorotan lebih tajam. Dengan dana hibah mencapai Rp100 juta, publik mempertanyakan alasan pungutan kepada desa tetap diberlakukan.
Beberapa peserta BPD mengaku heran dengan mekanisme pendanaan yang tidak dijelaskan secara terbuka.
“Kami membayar iuran karena itu aturan panitia. Tapi kalau hibahnya besar, harusnya dijelaskan alokasinya untuk apa,” ujar salah satu peserta dari wilayah selatan.
Peserta lain menyebut bahwa informasi mengenai penggunaan hibah tidak pernah dibahas secara transparan, sehingga memunculkan spekulasi dan dugaan adanya ketidakterbukaan.
Seorang Ketua BPD mengingatkan bahwa BPD adalah lembaga sejajar dengan kepala desa yang pendanaannya seharusnya diatur secara jelas oleh pemerintah daerah.
“Kalau tidak ada regulasi dari bupati, di bawah pasti ramai. Yang kami dengar hanya ada bantuan dari bupati, tapi nominal persisnya tidak pernah disampaikan,” tegasnya.
Untuk memperoleh klarifikasi, Tim liputan mencoba menghubungi Ketua Panitia dan Ketua BPD Kabupaten Sumedang melalui pesan WhatsApp.
Namun hingga berita ini dirilis, keduanya belum memberikan jawaban. Diamnya pihak panitia justru memperpanjang daftar pertanyaan publik terkait transparansi anggaran.
Gabungan dua sumber dana — hibah besar dan pungutan desa — membuat publik mempertanyakan:
Untuk apa hibah Rp100 juta digunakan?
Mengapa iuran desa Rp250 ribu tetap dipungut?
Mana laporan penggunaan anggaran?
Mengapa nominal hibah tidak disampaikan secara terbuka kepada peserta?
Jika seluruh desa ikut serta, iuran yang terkumpul juga mencapai nilai signifikan.
Peserta dan masyarakat berharap pimpinan forum serta panitia segera membuka laporan penggunaan dana secara transparan, agar tidak menimbulkan dugaan liar dan menjaga marwah organisasi BPD.
Alih-alih menjadi ajang penguatan kelembagaan, kegiatan Forum BPD Sumedang kini justru disorot karena dugaan ketidakjelasan pendanaan.
*Tim Redaksi


