Proyek Rehabilitasi Gedung Samsat dengan anggaran Rp389.850.000 kembali menuai sorotan tajam publik. Di balik papan proyek yang terpampang rapi dan mencantumkan nama CV. AGRIAN sebagai pelaksana, fakta di lapangan justru memperlihatkan wajah lain pelaksanaan proyek pemerintah.
Tim liputan yang berada langsung di lokasi pengerjaan menyaksikan sendiri sedikitnya 14 pekerja beraktivitas tanpa Alat Pelindung Diri (APD). Helm, rompi keselamatan, sepatu kerja, dan sarung tangan yang seharusnya wajib digunakan, tidak tampak dikenakan, sementara pekerjaan konstruksi terus berjalan.
Ironisnya, pengawas lapangan berada di lokasi dan mengakui kondisi tersebut, namun tidak menghentikan pekerjaan. Publik menilai, pengawasan dalam proyek ini bukan sekadar lemah, melainkan kehilangan fungsi.
Situasi semakin memantik amarah ketika ketua pelaksana lapangan bernama Iyan tidak berada di lokasi, dan keterangannya diwakili oleh Topan. Kepada tim liputan, Topan justru mengungkap fakta yang mengejutkan.
“APD di RAB cuma 5 paket,” ungkap Topan.
Pengakuan tersebut membongkar akar persoalan keselamatan kerja. Dengan jumlah pekerja mencapai 14 orang, pengadaan APD hanya 5 paket dinilai publik sebagai indikasi bahwa K3 tidak diprioritaskan sejak tahap perencanaan anggaran.
“Uang hampir Rp400 juta, tapi APD cuma lima. Ini bukan soal kelalaian kecil, ini mempertaruhkan nyawa,” ujar seorang warga dengan nada keras.
Pernyataan tersebut sekaligus mematahkan klaim bahwa APD tersedia namun tidak digunakan. Fakta di lapangan menunjukkan, APD memang tidak cukup sejak awal, sehingga pelanggaran K3 menjadi konsekuensi yang dibiarkan terjadi.
Publik menilai, kombinasi pelaksana proyek CV. AGRIAN, minimnya APD, pengawas yang hadir namun membiarkan, serta ketua pelaksana yang tak berada di lokasi, merupakan rantai masalah serius dalam pelaksanaan proyek pemerintah.
Padahal, sesuai papan proyek, kegiatan ini berada di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Sumedang, dengan masa pelaksanaan 45 hari kalender. Namun hingga kini, tidak terlihat langkah tegas untuk menghentikan pelanggaran keselamatan kerja.
Pertanyaan keras pun menggema:
ke mana prioritas anggaran Rp389 juta ini diarahkan, jika keselamatan pekerja justru dihemat?
Publik mendesak agar dilakukan audit RAB, evaluasi pengawas lapangan, serta pemeriksaan menyeluruh terhadap pelaksana proyek CV. AGRIAN. Masyarakat menegaskan, aturan K3 tidak boleh berhenti di papan proyek, sementara di lapangan nyawa pekerja dijadikan taruhan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak CV. AGRIAN maupun pimpinan dinas terkait mengenai minimnya APD dan pembiaran pelanggaran K3 di lokasi proyek.
m.s

