Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir bersama jajaran Forkopimda Balai Perbaikan Jalan Nasional (BPJN), BBWS, CKJT, PUTR Provinsi Jabar dan CV Tintin melakukan monitoring ke Bendung Cihamerang dan langsung menggelar rapat koordinasi Ruang Rapat Bupati di Pusat Pemerintahan Sumedang, Senin (8/11/2025).
Langkah ini diambil menyusul kekhawatiran adanya rongga tanah, rembesan air, dan potensi pergerakan tanah yang dapat memicu longsoran bahkan mengancam struktur jalan tol dan permukiman warga.
Namun hingga kini, kondisi sebenarnya di bawah permukaan masih menjadi tanda tanya.
“Kita belum tahu pasti apa yang terjadi di bawah. Belum ada ahli yang meneliti langsung. Kekhawatirannya, air akan terus mencari celah, membentuk rongga-rongga baru, lalu melebar. Ini yang tidak kita harapkan,” kata Bupati.
Selain ancaman teknis bendungan, terdapat pula permukiman di bagian atas lokasi yang mulai menunjukkan potensi rawan longsor.
Bupati menegaskan bahwa penanganan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Tujuan utamanya bukan hanya memperbaiki bendungan, tetapi juga memastikan keselamatan masyarakat di sekitar lokasi.
“Tahapan penanganannya jelas: pengeringan air, penataan lahan, dan pembebasan lahan terdampak. Tapi yang paling utama, kita ingin memastikan keselamatan warga,” ucapnya.
Bupati Dony menegaskan bahwa penanganan Bendung Cihamerang tidak bisa dikerjakan hanya oleh satu instansi.
“Ini kerja bersama. Pemerintah daerah, Balai Besar, ahli geoteknik, dan pengelola jalan tol semua harus bergerak. Kita tidak ingin terjadi kejadian yang lebih besar karena terlambat bertindak,” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sumedang, Andri Indra, melaporkan bahwa akses menuju bendungan sudah mulai dibuka sejak pertengahan Oktober.
Pembukaan akses ini penting agar alat berat dan pompa dapat masuk ke titik bendung.
Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa metode penanganan awal adalah pengeringan bertahap menggunakan pompa berkapasitas 500 liter per detik.
Namun Andri menegaskan, proses pengeringan tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa.
“Kalau air diturunkan terlalu cepat, tanah bisa runtuh atau muncul longsoran baru. Karena itu diperlukan uji permeabilitas tanah dan analisa laju penurunan air oleh ahli geoteknik,” katanya.
Dengan kapasitas pompa tersebut, waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan area diperkirakan sekitar 16 hari, bergantung pada cuaca dan sumber mata air yang masih aktif.
Sejumlah kendala ditemukan selama pembukaan akses, mulai dari curah hujan tinggi, kontur tanah labil, hingga munculnya sinkhole berdiameter sekitar dua meter di area jalur teknis.
Saat ini, sinkhole tersebut sudah ditutup sementara, namun kondisi tanah di area tersebut masih membutuhkan stabilisasi tambahan.
Selain itu, struktur spillway lama juga masih mengalirkan air, sehingga tim teknis harus menyesuaikan metode penanganan agar aliran air tidak memperlebar rongga tanah.
Pompa diperkirakan mulai dioperasikan dalam beberapa hari ke depan, setelah akses, stabilisasi tanah, dan penempatan plat baja untuk dudukan alat selesai.
Sembari proses berjalan, tim ahli akan mengkaji kekuatan tanah, arah aliran air bawah permukaan, hingga potensi dampak jangka panjang.
Editor Yayat wtp

